DEPOK, MEDIA FORWARD NEWS – Wali Kota Depok Mohammad Idris melakukan panen raya padi organik di area persawahan H. Bonen di Kampung Banjaran Pucung, Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Kamis (04/10/2018).
Wali Kota mengutarakan banyak pihak yang tidak percaya bahwa Depok yang termasuk area perkotaan masih memiliki lahan pertanian, terutama tananam padi. Pemerintah Kota Depok memang berkomitmen mempertahankan area pertanian ini, salah satunya dengan memasukkannya dalam Perda RTRW.
“Sejak 2007-2008 sudah mulai kajian dan direvisi pada 2013 ada sekitar 700 hektare, Pemerintah Kota menetapkan sebagai lahan pertanian dan dimasukkan dalam Peraturan Daerah, RTRW. Kalau pemerintah dan seluruh masyarakat tidak peduli terhadap keberadaan lahan ini, tentunya akan habis,” ungkapnya.
Karena itu, meski konsen dalam menggalakkan pelaksanaan pembangunan, Pemkot Depok tetap akan memperhatikan area pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menjalin kolaborasi antara unsur ABG ke-C (Akademisi, Business, Goverment, dan Community).
“Kalau tidak kolaborasi tidak akan bisa mewujudkan upaya mempertahankan area pertanian yang ada,” ujarnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Depok Farah Mulyati menambahkan Depok masih memiliki sekitar 112 hektare area pertanian padi yang tersebar di lima kecamatan dari 11 kecamatan yang ada.
“Tapi kita tidak bisa melihat dalam satu hamparan. Area pertanian menyebar di lima kecamatan, yakni Tapos, Cimanggis, Cilodong, Sawangan, dan Bojongsari,” ujarnya.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Nu’man Abdul Hakim menambahkan bahwa padi yang dipanen di area tersebut menggunakan pupuk organik dalam bentuk cair, sebagai pengganti pupuk kimia, yakni M-BIO Porasi. Pupuk ini merupakan produk unggulan HKTI Jabar.
“Penemuan pupuk organik ini lebih ekonomis. Kalau satu area menggunakan pukup kimia dibutuhkan biaya Rp500.000, dengan pupuk organik hanya Rp150.000,” ujarnya.
Dari sisi trend, lanjutnya, banyak warga dunia yang saat ini tidak mau menggunakan produk yang menggunakan pupuk kimia dan beralih pada penggunaan produk pertanian organik.
“Penggunaan pupuk organik tidak ada yang rusak, baik dari unsur hara pada tanahnya maupun hasilnya, aman dikonsumsi dan kesehatan lebih bagus. Selain itu, masa panen lebih singkat yaitu hanya 80 hari. Normalnya lebih dari 90 hari,” tandasnya.
Sementara, Ketua HKTI Kota Depok Yuris Salahuddin mengatakan penggunaan pupuk organik ini dibuat dari mikroba, daun hayati, dan herbal, sehingga penggunaannya sangat aman, bahkan bisa diminum.
“Penggunaannya juga lebih hemat karena hanya sekitar 10 liter untuk 1 hektare. Di dalamnya terkandung hormon penguat akar, daun, hingga pencegah hama. Produk ini meningkatkan unsur hara dan menyuburkan tanah,” jelasnya. (Ida)