JAKARTA, MEDIA FORWARD NEWS – Kuasa Hukum terdakwa yakin bahwa perkara Klien nya akan diputus onslag oleh hakim karena perkara tersebut adalah perkara perdata bukam pidana. Hal itu dikatakan Humprey Djemat salah satu Kuasa Hukum terdakwa Tedja Widjaja seusai sidang. Sengketa lahan yang sedang melalui proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk membuktikan adanya dugaan penggelapan juga penipuan atas tanah seluas 40.000 M2 milik Yayasan Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (Uta’45) di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara akhirnya memiliki titik terang. Pada persidangan Kamis (2/5/2019) dalam agenda pemeriksaan tetdakwa, terdakwa Tedja Widjaja mengakui bahwa dirinya masih memegang sertifikat (induk) tanah seluas 40.000 meter persegi (m2) milik Yayasan UTA 45. Namun luas tanah yang tersisa di dalam sertifikat itu hanya sekitar 8.000 m2 setelah sebahagiannya lagi telah dipecah-pecah sertifikatkannya.
“Saya memang tidak mau mengembalikan sertifikat tanah (induk) itu ke Yayasan UTA 45. Soalnya, saya melihat pengurus Yayasan UTA 45 dulu dengan sekarang ini tidak sama lagi atau sudah berbeda. Jadi, saya tahan terus karena saya tidak mau sertifikat itu jatuh ke pengurus Yayasan UTA 45 yang sekarang ini,” kata terdakwa Tedja Widjaja terus terang.
Apa dasarnya terus menerus menahan sertifikat tersebut? Tidakah saudara mengetahui tidak punya hak atau tak berhak lagi menguasainya, tanya Fedrik Adhar. “Saya tahu bahwa saya hanya berhak atas beberapa sertifikat yang sudah dipecah dari sertifikat induk itu, tetapi saya tidak mau menyerahkannya ke Yayasan UTA 45 dengan pengurus seperti saat ini,” ujar terdakwa.
“Dalam hal inilah terjadi dugaan tindak pidana penggelapan,” tutur Fedrik Adhar usai sidang. Informasi yang berkembang di PN Jakarta Utara terkait sertifikat (induk) yang tanahnya tinggal 8.000 m2 lebih tersebut menyebutkan bahwa dokumen hak kepemilikan itu kini tengah dijadikan agunan pinjaman di suatu bank swasta oleh terdakwa. Namun belum diketahui seberapa besar pinjaman atau kredit dikucurkan bank dengan agunan sertifikat tanah milik Yayasan UTA 45 tersebut. Belum diketahui pula kapan tenggang waktu pinjaman tersebut, lancarkah cicilannya atau sudah macet?
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar SH.MH juga mempertanyakan bagaimana terdakwa melakukan pembayaran atas tanah Yayasan UTA 45 sampai puluhan miliar rupiah tanpa sepucuk kwitansi? Melainkan hanya berdasarkan surat pernyataan dan akta-akta serta transfer saja. Sementara, sebagian besar dari akta-akta dan surat keterangan itu disebutkan saksi fakta di persidangan sebagai hasil rekayasa bahkan dipalsukan oleh terdakwa Tedja Widjaja sendiri. “Selain karena terintimidasi didesak-desak dan ditekan oleh pihak Yayasan UTA 45, saya merasa sudah cukup surat-surat pernyataan dan akta-akta itu sebagai dasar hokum transaksi pembelian tanah tersebut,” kilah terdakwa.
Mengenai bank garansi yang sedianya dibuat untuk pembayaran tanah Yayasan UTA 45, namun tidak kunjung dibuat terdakwa Tedja Widjaja hingga kasusnya disidangkan di PN Jakarta Utara, terdakwa berkilah bahwa bank garansi yang sebelumnya disepakati dibuat dengan Yayasan UTA 45 itu hanyalah halusinasi, fiktif dan ditandatangani secara sepihak saja.
Apakah saudara terdakwa menyadari kemungkinan adanya efek-efek negatif dari berbagai perbuatan yang tidak benar, tanya Jaksa Fedrik. Termasuk soal salah satu akta yang sudah dinyatakan tidak benar atau bermasalah oleh notaris pembuatnya namun terus menerus dipergunakan terdakwa kaitan transaksi tanah UTA 45 mencapai Rp 90 miliar, terdakwa Tedja Widjaja menjawab dirinya menyerahkannya semuanya kepada proses hukum. “Biarlah hukum yang memutuskan apakah itu salah atau benar,” ujarnya.
JPU Fedrik Adhar menyatakan keheranannya atas klaim atau pengakuan terdakwa Tedja Widjaja bahwa dirinya merasa terintimidasi, tertekan bahkan dizolimi terkait transaksi lahan lokasi kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45) di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan dirinya dan Rudyono Darsono (Ketua Dewan Pembina UTA 45).
“Masak sih sekelas saudara terdakwa terintimidasi dan merasa tertekan berurusan dengan pihak Yayasan UTA 45 hingga mengikuti apa saja yang dikehendaki mereka. Janganlah sedikit-sedikit terintimidasi, dizolimi. Saudara terdakwa kan orang pintar dikelilingi penasihat hukum pula, mana mungkin bisa diintimidasi dan dizolimi,” ujar JPU Fedrik Adhar dalam sidang dengan terdakwa Tedja Widjaja, Direktur Utara (Dirut) PT Graha Mahardika.
Kekurangyakinan JPU Fedrik atas klaim terintimidasi terdakwa mengemuka beberapa kali saat Tedja Widjaja memberikan keterangan secara lugas dan sistematis terkait kasus penipuan dan penggelapan yang dipersalahkan jaksa terhadapnya dalam persidangan beragendakan pemeriksaan terdakwa tersebut. “Sejauh mana sih perasaan terintimidasi itu sampai-sampai membuat saudara merasa seolah tidak berdaya?,” tanya Fedrik yang diinterupsi Humprey Djemat, salah satu anggota tim pembela terdakwa dengan berkata “Jangan dipaksakan”.
Terdakwa Tedja Widjaja dipersalahkan JPU Fedrik Adhar telah melakukan tindak pidana penipuan (378 KUHP) dan penggelapan hingga merugikan Yayasan UTA 45 dalam hal ini Rudyono Darsono mencapai Rp 90 miliar. (Tuhari)